pengertian akhlak secara epistemologi dan terminologi dan kaitannya dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Islam merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat menjunjung tinggi pentingnya akhlak, etika, moral dan kesusilaan. Keempatnya adalah hal yang sangat penting karena telah mencakup segala pengertian tingkahlaku, tabiat, perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Allah Swt atau dengan sesama makhluk.
Melalui kacamata akhlak Islam, dilihat ketika dua hal yang memiliki epistemologi yang berbeda sisi yang berbeda adalah ketika kita berbicara modern yang cenderung menggunakan rasional dan fakta empiris dengan akhlak di mana di dalamnya berbicara tentang jiwa manusia (bersifat metafisik). Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh kebahagian di dunia ini dan di akhirat kelak. Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting.
Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia akan mendapatkan kebahagiaan hakiki bukan semu bila mengikuti nilai-nilai kebaikan yang di ajarkan oleh Alquran dan Sunnah, dua sumber akhlak dalam Islam. Akhlak Islam benar-benar memelikhara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya itu. Hati nurani / fitrah dalam bahasa Alquran memang dapat menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui keesaanNya. (QS Ar-Rum :30)
Di samping istilah akhlak juga di kenal istilah etika, moral dan kesusilaan. Keempat istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaanya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak standarnya adalah Alquran dan Sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal pikiran, bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di masyarakat dan bagi kesusilaan standarnya adalah larangan-larangan yang ada di dalam masyarakat.
Timbulnya kesadaran serta pendirian Akhlak, etika moral dan kesusilaan adalah kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan, meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini yang akan dikaji antara lain :
1.      Bagaimana pengertian akhlak secara epistemologi dan terminologi ?
2.      Bagaimana kaitannya akhlak dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan ?

1.3  Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain :
1.      Untuk mengetahui pengertian akhlak secara epistemologi serta secara terminologi.
2.      Untuk mengetahui keterkaitan akhlak dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan.

1.4  Manfaat
Manfaat dari penyususnan makalah ini adalah :
1.      Dapat mengetahui pengertian akhlak secara epistemologi serta secara terminologi.
2.      Dapat mengetahui keterkaitan akhlak dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan.


















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akhlak secara Etimologi dan Terminologi
Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, jama’nya khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat), budi pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik (al-maru’ah), dan agama (ad-din).  Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk ( yang diciptakan) dan khalq (penciptaan).[1]
Kesamaan akar kata di atas mengisyarakatkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak (khaliq) dengan perilaku (makhluk). Atau dengan kata lain tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak (khaliq). Dari pengertian etimologi tersebut, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia tetapi juga norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.
Sedangkan secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran.[2] Akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang manusiayang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan suatu tindakan dan kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka disebut budi pekerti yang baik. Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan kelakuan yang jahat maka disebut budi pekerti yang buruk. Contohnya, ketika menerima tamu bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka orang tersebut belum bisa dikatakan memiliki sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Yang dimaksud melahirkan tindakan dan kelakuan  ialah suatu yang dijelmakan anggota lahir manusia, misalnya tangan, mulut, demikian juga yang dilahirkan oleh anggota bathin yakni hati yang tidak dibuat-buat. Kalau kebiasaan yang tidak dibuat-buat itu baik disebut akhlak yang baik dan kalau kebiasaan yang buruk disebut akhlak yang buruk.
Sedangkan pengertian akhlak secara terminologi dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli :
a.       Ibnu Maskawaih
Menyebutkan bahwa akhlak yaitu keadaan jiwa yang mendorong atau mengajak melakukan sesuatu perbuatan tanpa melalui proses berpikir, dan pertimbangan terlebih dahulu.
b.      Prof. Dr. Ahmad Amin
Akhlak menurut Prof. Dr. Ahmad Amin yaitu suatu ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan yang harus dilakukan, menyatakan tujuan yang harus dituju dan menunjukkan apa yang harus di perbuat.
c.       Didalam buku akhlak dalam berbagai dimensi, akhlak yaitu sifat-sifat
yang berurat berakar dalam diri manusia, serta berdasarkan dorongan dan pertimbangan sifat tersebut,  dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut baik atau buruknya dalam pandangan manusia.[3]
Jadi dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah awal perbuatan yang itu lahir malalui kebiasaan yang mudah tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu. Contohnya jika seseorang memaksakan dirinya untuk mendermakan katanya / menahan amarahnya dengan terpaksa , maka orang yang semacam ini belum disebut dermawan / orang yang sabar. Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah dapat dikatakan ia seorang yang berakhlak baik. Karena itulah, ketia seseorang hendak melakukan suatu hal, maka ketika dia tidak memikirkan terlebih dahulu dan mulai melakukannya bisa disebut karena akhlak (kehendak untuk bertingkah laku berasal dari akhlak).
Apabila ia melakukan hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, akhlas, dari rasa kebaikannya / kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan berbudi pekerti yang baik. Jadi akhlak adalah masalah kejiwaan, bukan masalah perbuatan, sedangkan yang tampak berupa perbuatan itu sudah tanda / gejala akhlak.
Akhlak adalah suatu istilah agama yang dipakai menilai perbuatan manusia apakah itu baik, atau buruk. Sedangkan ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang berguna untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, bagaimana cara berbuat kebaikan dan menghindarkan keburukan. Dalam hal ini  dapat dikemukakan contohnya:
1.      Perbuatan baik termasuk akhlak, karena membicarakan nilai atau kriteria suatu perbuatan.
2.      Perbuatan itu sesuai dengan petunjuk Ilmu Akhlak; ini termasuk ilmunya, karena membicarakan ilmu yang telah dipelajari oleh manusia untuk melakukan suatu perbuatan.[4]
Dari definisi berbagai pendapat di atas, dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu dan tanpa ada unsur paksaan.
Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia, yaitu :
1.      Tabiat(pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri(gharizah) dan factor warisan sifat-sifat dari orang tuanya atau nenek moyangnya.
2.      Akal pikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkanya, merasakan serta merabanya. Alat kejiwan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata)
3.      Hati nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya berpengaruh oleh alat kejiwaan yang dapat menilai hal-hal yang sifatnya absrak (yang batin) karena dorongan ini mendapatkan keterangan(ilham) dari allah swt.
Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
«إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَقِنِي سَيِّئَ الْأَعْمَالِ وَسَيِّئَ الْأَخْلَاقِ لَا يَقِي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
Artinya :
Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku diperintahkan dan aku bagian dari orang Islam, Ya Allah berilah aku amalan yang terbaik dan akhlak yang paling mulia, tiada yang bisa memberi yang terbaik selain Engkau, dan lindungilah aku dari amalan dan akhlak yang buruk, tidak ada yang bisa melindungiku dari hal yang buruk selain Engkau". [Sunan An-Nasa'i: Sahih]
Hadist tersebut menjelaskan betapa pentingnya akhlak mulia itu, terutama untuk umat islam saat ini. Akhlak mulia merupakan cermin seorang muslim, mencerminkan kesucian hati dan fikirannya, sedangkan akhlak buruk mencerminkaan seseorang yang telah gelap hatinya sehingga ia tidak bisa menentukan  mana yang baik dan buruk baginya karena keburukan itu telah mendarah daging dalam dirinya.
Beberapa ciri-ciri khusus dari akhlak yaitu:
1.      Akhlak mempunyai suatu sifat yang tertanam kuat di dalam jiwa atau lubuk hati seseorang yang menjadi kepribadiannya dan itu akan membuat berbeda dengan orang lain.
2.      Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam keadaan bagaimana pun juga. Dengan kata lain akhlak merupakan adat kebiasaan yang selalu dilakukan oleh seseorang.
3.      Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan karena kesadaran sendiri, bukan karena di paksa, atau mendapatkan tekanan dan intimidasi dari orang lain.
4.      Akhlak merupakan manifestasi dari perbuatan yang tulus ikhlas, tidak di buat-buat.[5]
Dari beberapa pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa akhlak / khuluq itu adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran / pertimbangan terlebih dahulu serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas dari akhlak tersebut contohnya adalah apabila ada seseorang yang menyumbang dalam jumlah besar untuk pembangunan masjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i (yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan membangun mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah, karena kemurahannya itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar dan belum tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi tanpa dorongan seperti itu, dia tidak akan menyumbang. Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita bahwa akhlak itu bersifat spontan dan tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan serta dorongan dari luar.
Akhlak sendiri berkaitan erat dengan tingkah laku. Jika akhlak merupakan sifat diri secara bathiniahyang bisa diketahui oleh mata hati, tingkah laku merupakan gambaran diri secara lahiriah yang bisa diketahui oleh mata atau dapat kita katakan bahwa hubungan akhlak dan tingkah laku itu seperti hubungan antara yang menunjukkan dan yang ditunjukkan.[6]
Jika tingkah laku manusia itu baik serta terpuji, akhlaknya terpuji, sedangkan jika tingkah lakunya buruk maka serta tercela maka akhlaknya pun tercela. Inipun terjadi bila tak ada faktor luar yang mempengaruhi tingkah laku itu, kemudian menyebabkan tidak mengarakan akhlak secara benar. Contohnya orang yang bersedekah karena ingin dilihat orang-orang disampingnya.
Rasulullah juga pernah bersabda “Manusia yang paling banyak dimasukkan ke dalam surga adalah manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT dan akhlak yang baik”. Akhlak itu merupakan suatu keadaan dalam diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat dimilki aspek jiwa manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat  bagi aspek tubuh manusia.


2.2              Hubungan Akhlak dengan Etika, Moral, Kesusilaan dan Kesopanan
Di samping istilah akhlak juga dikenal istilah etika, moral dan kesusilaan atau kesopanan. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Akhlak itu ada yang bersifat tabrat / alami, maksudnya bersifat fitrah sebagai pembawaan sejak lahir, misalnya sabar, penyayang, malu, sebagaimana di dalam hadist Abdil Qais disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata kepadaku “sesungguhnya pada diri kamu ada dua tabiat yang di sukai Allah”, Aku berkata “Apa yang dua itu ya Rasulullah?”, rasulullah SAW menjawab “Sabar dan malu”.
Kata etika berasal dari yunani yaitu ethos yang berarti adat kebiasaan. Tetapi didalam kamus bahasa indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak(moral). Etika berbicara tentang kebiasaan (perbuatan) tetapi bukan menurut arti tata adat. Oleh karena itu, etika landasannya adalah sifat dasar manusia. Tetapi etika menurut filsafat yaitu menyelidiki mana yang baik, dan mana yang buruk menurut perbuatan manusia.[7]
Adapun etika secara istilah telah dikemukakan oleh para ahli salah satunya yaitu Ki Hajar Dewantara menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan.[8]
Etika merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Etika membahas tentang tingkah laku manusia. Ada orang berpendapat bahwa etika dan akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Apabila kita menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al Quran. Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan tidak pula universal. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, terhina dsb. Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Menurut Sunoto (1982) etika dapat dibagi menjadi etika deskritif dan etika normatif. Etika deskritif hanya melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak memberikan penilaian, tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah etika. Adapun etika normatif sudah memberikan penilaian yang baik dan yang buruk, yang harus dikerjakan dan yang tidak.
Etika normatif dapat dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum membicarakan prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu perbuatan, suara hati, dan sebagainya. Etika khusus adalah pelaksanaan prinsip-prinsip umum, seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan dan sebagainya. (Sunoto, 1982, hlm. 6)
1.       Etika Deskritif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2.      Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Adapun moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan.[9] Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.[10]Dari segi istilah, moral adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang berlaku disuatu masyarakat. Seseorang dianggap bermoral kalau sikap hidupnya sesuai dengan tradisi yang berlaku dimasyarakat tempat ia berada, dan sebaliknya seseorang dianggap tidak bermoral, jika sikap hidupnya tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku dimasyarakat tersebut. Dan memang menurut ajaran Islam pada asalnya manusia adalah makhluk yang bermoral dan etis. Dalam arti mempunyai potensi untuk menjadi makhluk yang bermoral yang hidupnya penuh dengan nilai-nilai atau norma-norma.
Selanjutnya pengertian moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai berikut:
  1. Prinsip-parinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan buruk.
  2. Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3.      Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk memberikan batasan terhaap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.[11]
Sedangkan kesusilaan berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata “su” yang berarti lebih baik, dan kata “sila” berarti prinsip atau aturan hidup. Jadi kesusilaan adalah dasar-dasar aturan hidup yang lebih baik. Sedangkan kesopanan berasal dari bahasa Indonesia yang berasal dari kata sopan yang artinya tenang, beradab, baik dan halus (perkataan ataupun perbuatan).
Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Etika lebih bersifat berasal dari nalar atau akal kita, sedangkan moral lebih dalam adat istiadat.
Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Istilah moral senantiasa mengaku kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia.
Adapun moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang berlaku disuatu masyarakat. Seseorang dianggap bermoral kalau sikap hidupnya sesuai dengan tradisi yang berlaku dimasyarakat tempat ia berada, dan sebaliknya seseorang dianggap tidak bermoral, jika sikap hidupnya tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku dimasyarakat tersebut. Dan memang menurut ajaran Islam pada asalnya manusia adalah makhluk yang bermoral dan etis. Dalam arti mempunyai potensi untuk menjadi makhluk yang bermoral yang hidupnya penuh dengan nilai-nilai atau norma-norma.
Sedang kata akhlak secara bahasa berarti budi pekerti, perangai atau disebut juga sikap hidup, adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk yang ukurannya adalah wahyu tuhan. Secara terminology akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan buruk, terpuji dan tercela, menyangkut perkataan dan perbuatan manusia lahir dan batin.
Perbedaan antara akhlak dengan moral, etika dan kesusilaan atau kesopanan dapat dilihat dari dasar penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu.
Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari.
Sebagaimana moral melalui diskusi bersama dengan teman-teman Kimia B saat mata kuliah tasawuf, moral sering disebut dengan suatu adat istiadat. Artinya pula, adat istiadat suatu daerah dengan daerah lain akan berbeda, maka begitu juga dengan moral. Moral yang diyakini dan dilakukan oleh suatu daerah jelaslah berbeda dengan moral daerah lain. Sebut saja Amerika dan Indonesia. Di Amerika, orang-orang menggunakan baju terbuka, bergandeng tangan dengan lawan jenis, minum-minuman keras dilingkungan sana adalah hal yang wajar, dan itu adalah moral mereka. Berbeda dengan di Indonesia, hal-hal tersebut dianggap tabu dan menyalahi moral. Sehingga moral suatu daerah dengan daerah lain tidak bisa disama artikan.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk tolak ukur yang digunakan atau sumbernya adalah akal pikiran atau rasio (filsafat), sedangkan dalam pembicaraan moral tolak ukur yanng digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dimasyarakat.[12] Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat dilihat perbedaannya dari objeknya, dimana akhlak menitikberatkan perbuatan terhadap Tuhan dan sesama manusia, sedangkan etika dan moral hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlak sifatnya teosentris, meskipun akhlak itu ada yang tertuju kepada manusia dan makhluk-makhluk lain, namun tujuan utamanya karena Allah swt. Tetapi istilah etika dan moral semata-mata sasaran dan tujuannya untuk manusia saja. Karena itu, istilah tersebut bersifat antroposentris (kemanusiaan saja).
Istilah Etika dan ilmu Aklak adalah sama pengertianya sebagai suatu ilmu yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Sedangkan istilah moral, kesusilaan, kesopanan, dan akhlaq sama pengertianya sebagai suatu norma untuk menyatakan perbuatan manusia. Jadi istilah ini bukan suatu ilmu tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.
Istilah etika dan ilmu akhlaq dinyatakan sama bila ditinjau dari fungsinya. Tetapi bila ditinjau dari segi sumber pokoknya maka tentu keduanya berbeda. Dimana etika bersumber dari filsafat yunani, tetapi ilmu akhlak sumber pokoknya adalah al-qur’an dan hadits dan sumber pengembangannya adalah filsafat.
Istilah akhlaq dengan moral, kesusilaan dan kesopanan,dapat dilihat perbedaanya bila dipandang dari objeknya di mana akhlaq menitikberatkan perbuatan terhadap tuhan dan sesama manusia, sedangkan moral, kesusilan dan kesopanan hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka istilah akhlaq sifatnya teosentris meskipun akhlaq itu ada yang tertuju kepada manusia dan makluk-makluk lain,namun tujua utamanya hanya karena Allah swt semata. Tetapi kesusilaan dan kesopanan semata-mata sasaran dan tujuanya untuk manusia saja karena itu istilah tersebut bersifat antroposentris (kemanusian saja). Sehingga hubungan akhlak dengan moral dan etika hanya sebatas semata-mata tujuannya perbuatan terhadap sesama manusia, sedangkan hanya akhlak saja yang juga bertujuan perbuatan terhadap Allah SWT.
Misalkan ada suatu kejadian, dimana suatu tindakan dianggap baik secara moral dan etika (dalam masyarakat), sedangkan buruk dalam segi akhlak (terhadap Allah SWT), maka mana yang harus dilakukan ? Jelaslah harus mendahulukan akhlak, sebab akhlak sudah pasti berkaitan dengan Allah SWT. Meskipun dalam masyarakat hendaknya sulit diterima, namun sebagai umat muslim hendaknya lebih memprioritaskan hubungan dengan penciptanya barulah hubungan dengan masyarakat juga akan tercipta dengan baik dengan sendirinya apabila hubungan dengan sang Pencipta sudah baik.
Kalau ilmu akhlak menjelaskan mana nilai yang baik mana yang buruk juga bagaimana merubah akhlak buruk menjadi akhlak baik secara zahiriyah yakni dengan cara-cara yang nampak seperti keilmuan, keteladanan, pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf menerangkan bagaimana mensucikan hati, setelah hatinya suci yang muncul dari perilakunya adalah akhlak yang mulia. Perbaikan akhlak menurut tasawuf berawal dari penyucian hati dan orang yang melakukan penyucian hati disebut sufi sedang ajarannya adalah tasawauf.
Kenapa dalam kehidupan ada norma, nilai, dan akhlak ? Karena bila tidak ada norma, nilai dan akhlak, lalu apa yang akan menjadi patokan dalam bertingkah laku, dan sehingga tidak ada kewajiban untuk saling berbuat baik terhadap sesama manusia juga berbuat terhadap Allah SWT. Karena sejatinya adanya norma, akhlak, dan moral semata-mata adalah untuk mencapai keteraturan hidup, baik menjali hubungan baik dengan sesama manusia, juga dengan Allah SWT. Bisa dibayangkan bila di dunia ini tidak ada moral, etika atau akhlak, pastilah segala sesuatunya tidak mempunyai keteraturan, terjadi kerusuhan dimana-mana, kejahatan ,dan hal- hal buruk lainnya akan terjadi karena tidak adanya hal yang mengatur untuk melarang itu semua.
Pada dasarnya akhlak adalah aktualisasi ajaran Islam secara keseluruhan. Dalam kacamata akhlak tidaklah cukup iman seseorang dalam bentuk penggakuan apalagi hanya dalam bentuk pengetahuan. Yang kaffah adalah iman, ilmu dan amal. Amal itulah yang dimaksud akhlak.
Memperhatikan tujuan global diatas, maka kita dapat menggambarkan ruang lingkup ajaran akhlak, yaitu akhlak terhadap diri sendiri, At-Taubah (kemblai kepada Tuhan), Al-Muraqabah (kesadaran diri bahwa tuhan mengintai kita), Al-Muhasabah (selalu antropeksi terhadap diri sendiri), Al-Mujahadah (terus menerus mendekati Tuhan). Akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap kalam Allah (Al-Kitab), akhlak terhadap Rasulullah SAW, akhlak terhadap sesama manusia, meliputi kepada orang tua, kepada anak, istri, kerabat, tetangga, sesama muslim, etika kepada orang kafir, kepada binatang dan kepada alam semesta.




Nb : tanda blok merah pada teks adalah hasil revisi saat diskusi bersama dalam kelas.
























BAB III
 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara substansial etika, moral, akhlak dan kesusilaan memang sama yakni ajaran tentang kebaikan dan keburukan, menyangkut perikehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam dalam arti luas. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah ukuran kebaikan dan keburukan itu sendiri.
Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Sedangkan etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan perbuatan. Jika moral adalah suatu kebiasaan tindakan yang sesuai dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Dan kesusilaan mengatur perilaku manusia serta masyarakat, yang di dalamnya manusia tersebut ada. Behubung dengan itu manusia tidak boleh semaunya sendiri berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Perbedaan lain antara etika, moral dan akhlak terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak bersifat teoritis, maka pada moral, akhlak dan kesusilaan lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral, akhlak dan kesusilaan bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran baik buruk, sedangkan moral, akhlak dan kesusilaan menyatakan ukuran tersebut dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian, etika, moral, akhlak dan kesusilaan tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut diatas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan akhlak berasal dari produk rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits. Dengan kata lain jika etika dan moral berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.

3.2    Saran
Sebaiknya menambahkan studi kasus pada power point presentation bagaimana akhlak menikuti perkembangan zaman.
           


DAFTAR PUSTAKA

Asmaran. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Rajawali Pers.
Jauhari, Muhammad Rabbi. 2006. Keistimewaan Akhlak Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Mahjuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Kalam Mulia.
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta :Rajawali Pers.
Tiswarni . 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta : Bina Pratama.
Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Zahruddin. 2001. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Kalam Mulia.













[1]Tiswarni, “Akhlak Tasawuf” (jakarta: Bina Pratama, 2007). Hal: 1
[2] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta: LPPI, 2007), Cet 9, hlm. 1-3.
[3] Tiswarni , op. cit. Hlm 1
[4]Mahjuddin, “Akhlak Tasawuf” (jakarta:Kalam Mulia,2009). Hal: 7
[5]Tiswarni, op. cit. Hlm 2
[6]DR.Muhammad Rabbi Muhammad Jauhari ,” Keistimewaan Akhlak Islam”.(Bandung:Pustaka Setia, 2006). Hlm 40
[7]Tiswarni, op. cit. Hlm 3
[8]Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 90.
[9]Drs. Zahruddin AR, Pengantar Studi Akhlak , M.M.Si,( hal.43)
[10]Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Rajawali Pers,1992),cet.I,hlm.8.

[11]Ibid, hlm. 92-93
[12]Ibid ,hlm 93

Comments

Popular posts from this blog

pembagian tasawuf dan tokoh-tokohnya

PEMBAGIAN DAN TOKOH- TOKOH BESERTA PEMIKIRAN TASAWUF