pengertian akhlak secara epistemologi dan terminologi dan kaitannya dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam
merupakan agama yang santun karena dalam Islam sangat menjunjung tinggi
pentingnya akhlak, etika, moral dan kesusilaan. Keempatnya adalah hal yang
sangat penting karena telah mencakup segala pengertian tingkahlaku, tabiat,
perangai, karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan
Allah Swt atau dengan sesama makhluk.
Melalui
kacamata akhlak Islam, dilihat ketika dua hal yang memiliki epistemologi yang
berbeda sisi yang berbeda adalah ketika kita berbicara modern yang cenderung
menggunakan rasional dan fakta empiris dengan akhlak di mana di dalamnya
berbicara tentang jiwa manusia (bersifat metafisik). Akhlak dalam Islam
bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar
memiliki nilai yang mutlak untuk memperoleh kebahagian di dunia ini dan di
akhirat kelak. Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang
istimewa dan sangat penting.
Ajaran
akhlak dalam Islam sesuai dengan fitrah manusia. Manusia akan mendapatkan
kebahagiaan hakiki bukan semu bila mengikuti nilai-nilai kebaikan yang di
ajarkan oleh Alquran dan Sunnah, dua sumber akhlak dalam Islam. Akhlak Islam
benar-benar memelikhara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai
dengan fitrahnya itu. Hati nurani / fitrah dalam bahasa Alquran memang dapat
menjadi ukuran baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki
fitrah bertauhid, mengakui keesaanNya. (QS Ar-Rum :30)
Di
samping istilah akhlak juga di kenal istilah etika, moral dan kesusilaan.
Keempat istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap dan
perbuatan manusia. Perbedaanya terletak pada standar masing-masing. Bagi akhlak
standarnya adalah Alquran dan Sunnah, bagi etika standarnya pertimbangan akal
pikiran, bagi moral standarnya adalah adat kebiasaan yang umum berlaku di
masyarakat dan bagi kesusilaan standarnya adalah larangan-larangan yang ada di
dalam masyarakat.
Timbulnya
kesadaran serta pendirian Akhlak, etika moral dan kesusilaan adalah
kesadaran manusia tentang dirinya sendiri, dimana manusia melihat atau
merasakan diri sendiri sebagai berhadapan dengan baik dan buruk. Disitulah
membedakan halal dan haram, hak dan bathil, boleh dan tidak boleh dilakukan,
meskipun dia bisa melakukan. Itulah hal yang khusus manusiawi. Dalam dunia
hewan tidak ada hal yang baik dan buruk atau patut tidak patut, karena hanya
manusialah yang mengerti dirinya sendiri, hanya manusialah yang sebagai subjek
menginsafi bahwa dia berhadapan pada perbuatannya itu, sebelum, selama dan
sesudah pekerjaan itu dilakukan. Sehingga sebagai subjek yang mengalami
perbuatannya dia bisa dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya itu.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
dalam makalah ini yang akan dikaji antara lain :
1.
Bagaimana
pengertian akhlak secara epistemologi dan terminologi ?
2.
Bagaimana
kaitannya akhlak dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan ?
1.3
Tujuan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini antara lain :
1.
Untuk
mengetahui pengertian akhlak secara epistemologi serta secara terminologi.
2.
Untuk
mengetahui keterkaitan akhlak dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan.
1.4
Manfaat
Manfaat dari
penyususnan makalah ini adalah :
1.
Dapat
mengetahui pengertian akhlak secara epistemologi serta secara terminologi.
2.
Dapat mengetahui
keterkaitan akhlak dengan etika, moral, kesusilaan atau kesopanan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Akhlak secara Etimologi dan Terminologi
Secara
etimologi akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, jama’nya
khuluqun yang berarti perangai (al-sajiyah), adat kebiasaan (al’adat), budi
pekerti, tingkah laku atau tabiat (ath-thabi’ah), perbedaan yang baik
(al-maru’ah), dan agama (ad-din). Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluk ( yang
diciptakan) dan khalq (penciptaan).[1]
Kesamaan
akar kata di atas mengisyarakatkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak (khaliq) dengan perilaku (makhluk).
Atau dengan kata lain tata perilaku seseorang terhadap orang lain dan
lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala tindakan atau
perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak (khaliq). Dari pengertian
etimologi tersebut, akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku
yang mengatur hubungan antar sesama manusia tetapi juga norma yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta.
Sedangkan
secara terminologis, menurut Imam Ghazali akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pertimbangan dan pemikiran.[2] Akhlak adalah suatu bentuk (naluri asli) dalam jiwa seorang
manusiayang dapat melahirkan suatu tindakan dan kelakuan dengan mudah dan sopan
tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Apabila naluri tersebut melahirkan
suatu tindakan dan kelakuan yang baik dan terpuji menurut akal dan agama, maka
disebut budi pekerti yang baik. Namun sebaliknya bila melahirkan tindakan dan
kelakuan yang jahat maka disebut budi pekerti yang buruk. Contohnya, ketika
menerima tamu bila seseorang membeda-bedakan tamu yang satu dengan yang lain
atau kadang kala ramah kadang kala tidak, maka orang tersebut belum bisa
dikatakan memiliki sifat memuliakan tamu. Sebab seseorang yang mempunyai akhlak
memuliakan tamu, tentu akan selalu memuliakan tamunya.
Yang dimaksud
melahirkan tindakan dan kelakuan ialah
suatu yang dijelmakan anggota lahir manusia, misalnya tangan, mulut, demikian
juga yang dilahirkan oleh anggota bathin yakni hati yang tidak dibuat-buat.
Kalau kebiasaan yang tidak dibuat-buat itu baik disebut akhlak yang baik dan
kalau kebiasaan yang buruk disebut akhlak yang buruk.
Sedangkan pengertian
akhlak secara terminologi dapat dilihat dari beberapa pendapat para ahli :
a. Ibnu Maskawaih
Menyebutkan bahwa
akhlak yaitu keadaan jiwa yang mendorong atau mengajak melakukan sesuatu
perbuatan tanpa melalui proses berpikir, dan pertimbangan terlebih dahulu.
b. Prof. Dr. Ahmad Amin
Akhlak menurut Prof.
Dr. Ahmad Amin yaitu suatu ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, menerangkan
yang harus dilakukan, menyatakan tujuan yang harus dituju dan menunjukkan apa
yang harus di perbuat.
c. Didalam buku akhlak dalam berbagai
dimensi, akhlak yaitu sifat-sifat
yang berurat berakar dalam diri manusia, serta berdasarkan dorongan dan pertimbangan sifat tersebut, dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut baik atau buruknya dalam pandangan manusia.[3]
yang berurat berakar dalam diri manusia, serta berdasarkan dorongan dan pertimbangan sifat tersebut, dapat dikatakan bahwa perbuatan tersebut baik atau buruknya dalam pandangan manusia.[3]
Jadi dapat kita simpulkan bahwa akhlak adalah awal
perbuatan yang itu lahir malalui kebiasaan yang mudah tanpa adanya pemikiran
dan pertimbangan terlebih dahulu. Contohnya jika
seseorang memaksakan dirinya untuk mendermakan katanya / menahan amarahnya
dengan terpaksa , maka orang yang semacam ini belum disebut dermawan / orang
yang sabar. Seseorang yang memberikan pertolongan kepada orang lain belumlah
dapat dikatakan ia seorang yang berakhlak baik. Karena itulah, ketia seseorang
hendak melakukan suatu hal, maka ketika dia tidak memikirkan terlebih dahulu
dan mulai melakukannya bisa disebut karena akhlak (kehendak untuk bertingkah
laku berasal dari akhlak).
Apabila ia melakukan
hal tersebut karena dorongan oleh hati yang tulus, akhlas, dari rasa
kebaikannya / kasihannya sesama manusia maka ia dapat dikatakan berakhlak dan
berbudi pekerti yang baik. Jadi akhlak adalah masalah kejiwaan, bukan masalah
perbuatan, sedangkan yang tampak berupa perbuatan itu sudah tanda / gejala
akhlak.
Akhlak adalah suatu
istilah agama yang dipakai menilai perbuatan manusia apakah itu baik, atau
buruk. Sedangkan ilmu akhlak adalah suatu ilmu pengetahuan agama islam yang
berguna untuk memberikan petunjuk-petunjuk kepada manusia, bagaimana cara
berbuat kebaikan dan menghindarkan keburukan. Dalam hal ini dapat dikemukakan contohnya:
1. Perbuatan baik termasuk akhlak, karena membicarakan nilai atau kriteria
suatu perbuatan.
2. Perbuatan itu sesuai dengan petunjuk Ilmu Akhlak; ini termasuk ilmunya,
karena membicarakan ilmu yang telah dipelajari oleh manusia untuk melakukan
suatu perbuatan.[4]
Dari definisi berbagai pendapat di atas, dapat
kita simpulkan bahwa akhlak adalah keadaan jiwa yang mendorong melakukan suatu
perbuatan secara spontan tanpa pertimbangan dan proses berfikir terlebih dahulu
dan tanpa ada unsur paksaan.
Dorongan jiwa yang
melahirkan perbuatan manusia pada dasarnya bersumber dari kekuatan batin yang
dimiliki oleh setiap manusia, yaitu :
1. Tabiat(pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh
lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri(gharizah) dan factor warisan
sifat-sifat dari orang tuanya atau nenek moyangnya.
2. Akal pikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia
setelah melihat sesuatu, mendengarkanya, merasakan serta merabanya. Alat
kejiwan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata)
3. Hati nurani; yaitu dorongan jiwa yang hanya berpengaruh oleh alat kejiwaan
yang dapat menilai hal-hal yang sifatnya absrak (yang batin) karena dorongan
ini mendapatkan keterangan(ilham) dari allah swt.
Rasulullah
sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
«إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ
الْمُسْلِمِينَ. اللَّهُمَّ اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَعْمَالِ وَأَحْسَنِ
الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ، وَقِنِي سَيِّئَ
الْأَعْمَالِ وَسَيِّئَ الْأَخْلَاقِ لَا يَقِي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»
Artinya :
Artinya :
Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku
hanya untuk Allah Rabb semesta alam tiada sekutu bagi-Nya, dan demikianlah aku
diperintahkan dan aku bagian dari orang Islam, Ya Allah berilah aku amalan
yang terbaik dan akhlak yang paling mulia, tiada yang bisa memberi yang
terbaik selain Engkau, dan lindungilah aku dari amalan dan akhlak yang
buruk, tidak ada yang bisa melindungiku dari hal yang buruk selain
Engkau". [Sunan An-Nasa'i: Sahih]
Hadist tersebut
menjelaskan betapa pentingnya akhlak mulia itu, terutama untuk umat islam saat
ini. Akhlak mulia merupakan cermin seorang muslim, mencerminkan kesucian hati
dan fikirannya, sedangkan akhlak buruk mencerminkaan seseorang yang telah gelap
hatinya sehingga ia tidak bisa menentukan
mana yang baik dan buruk baginya karena keburukan itu telah mendarah
daging dalam dirinya.
Beberapa ciri-ciri
khusus dari akhlak yaitu:
1. Akhlak mempunyai suatu sifat yang tertanam kuat di dalam jiwa atau lubuk
hati seseorang yang menjadi kepribadiannya dan itu akan membuat berbeda dengan
orang lain.
2. Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam
keadaan bagaimana pun juga. Dengan kata lain akhlak merupakan adat kebiasaan
yang selalu dilakukan oleh seseorang.
3. Akhlak mengandung perbuatan yang dilakukan karena kesadaran sendiri, bukan
karena di paksa, atau mendapatkan tekanan dan intimidasi dari orang lain.
4. Akhlak merupakan manifestasi dari perbuatan yang tulus ikhlas, tidak di
buat-buat.[5]
Dari beberapa
pengertian tersebut bisa kita ambil kesimpulan bahwa akhlak / khuluq itu adalah
sifat yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan
bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran / pertimbangan terlebih dahulu
serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Sifat spontanitas dari
akhlak tersebut contohnya adalah apabila ada seseorang yang menyumbang dalam jumlah
besar untuk pembangunan masjid setelah mendapat dorongan dari seorang da’i
(yang mengemukakan ayat-ayat dan hadist-hadist tentang keutamaan membangun
mesjid di dunia), maka orang tadi belum bisa dikatakan mempunyai sifat pemurah,
karena kemurahannya itu lahir setelah mendapat dorongan dari luar dan belum
tentu muncul lagi pada kesempatan yang lain. Boleh jadi tanpa dorongan seperti
itu, dia tidak akan menyumbang. Dari keterangan di atas jelaslah bagi kita
bahwa akhlak itu bersifat spontan dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan serta dorongan dari luar.
Akhlak sendiri
berkaitan erat dengan tingkah laku. Jika akhlak merupakan sifat diri secara
bathiniahyang bisa diketahui oleh mata hati, tingkah laku merupakan gambaran
diri secara lahiriah yang bisa diketahui oleh mata atau dapat kita katakan
bahwa hubungan akhlak dan tingkah laku itu seperti hubungan antara yang
menunjukkan dan yang ditunjukkan.[6]
Jika tingkah laku
manusia itu baik serta terpuji, akhlaknya terpuji, sedangkan jika tingkah
lakunya buruk maka serta tercela maka akhlaknya pun tercela. Inipun terjadi
bila tak ada faktor luar yang mempengaruhi tingkah laku itu, kemudian
menyebabkan tidak mengarakan akhlak secara benar. Contohnya orang yang
bersedekah karena ingin dilihat orang-orang disampingnya.
Rasulullah juga pernah
bersabda “Manusia yang paling banyak dimasukkan ke dalam surga adalah manusia
yang bertaqwa kepada Allah SWT dan akhlak yang baik”. Akhlak itu merupakan
suatu keadaan dalam diri, maksudnya ia merupakan suatu sifat dimilki aspek jiwa
manusia, sebagaimana tindakan merupakan suatu sifat bagi aspek tubuh manusia.
2.2
Hubungan Akhlak dengan Etika, Moral, Kesusilaan dan Kesopanan
Di
samping istilah akhlak juga dikenal istilah etika, moral dan kesusilaan atau
kesopanan. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai baik dan buruk sikap
dan perbuatan manusia. Akhlak itu ada yang bersifat tabrat / alami, maksudnya
bersifat fitrah sebagai pembawaan sejak lahir, misalnya sabar, penyayang, malu,
sebagaimana di dalam hadist Abdil Qais disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW
berkata kepadaku “sesungguhnya pada diri kamu ada dua tabiat yang di sukai
Allah”, Aku berkata “Apa yang dua itu ya Rasulullah?”, rasulullah SAW menjawab
“Sabar dan malu”.
Kata
etika berasal dari yunani yaitu ethos yang berarti adat kebiasaan. Tetapi
didalam kamus bahasa indonesia, etika diartikan sebagai ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak(moral). Etika berbicara tentang kebiasaan (perbuatan)
tetapi bukan menurut arti tata adat. Oleh karena itu, etika landasannya adalah
sifat dasar manusia. Tetapi etika menurut filsafat yaitu menyelidiki mana yang
baik, dan mana yang buruk menurut perbuatan manusia.[7]
Adapun
etika secara istilah telah dikemukakan oleh para ahli salah satunya yaitu Ki
Hajar Dewantara menurutnya etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan
keburukan di dalam hidup manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik
pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai
tujuannya yang merupakan perbuatan.[8]
Etika
merupakan sinonim dari akhlak. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni ethos
yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan adalah kegiatan
yang selalu dilakukan berulang-ulang sehingga mudah untuk dilakukan seperti
merokok yang menjadi kebiasaan bagi pecandu rokok. Sedangkan etika menurut filsafat
dapat disebut sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk
dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh
akal pikiran.
Etika
membahas tentang tingkah laku manusia. Ada orang berpendapat bahwa etika dan
akhlak adalah sama. Persamaan memang ada karena kedua-duanya membahas baik dan
buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah
mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat
tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui
oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika
mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang
baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Apabila kita
menlusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan dan
perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada
objek yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik
buruknya tingkah laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber
norma, dimana akhlak mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang
bersumber dari hadist dan al Quran. Para ahli dapat segera mengetahui bahwa
etika berhubungan dengan empat hal sebagai berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya
membahas perbutaan yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal
pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla,
absolut dan tidak pula universal. Ketiga,
dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap
terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat,
terhina dsb. Keempat, dilihat dari
segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni dapat berubah-rubah sesuai tuntutan
zaman.
Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika lebih merupakan
ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan yang
dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika
adalah aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.
Menurut Sunoto (1982)
etika dapat dibagi menjadi etika deskritif dan etika normatif. Etika deskritif
hanya melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya, tidak memberikan
penilaian, tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat. Contohnya sejarah
etika. Adapun etika normatif sudah memberikan penilaian yang baik dan yang
buruk, yang harus dikerjakan dan yang tidak.
Etika normatif dapat
dibagi menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum membicarakan
prinsip-prinsip umum, seperti apakah nilai, motivasi suatu perbuatan, suara
hati, dan sebagainya. Etika khusus adalah pelaksanaan prinsip-prinsip umum,
seperti etika pergaulan, etika dalam pekerjaan dan sebagainya. (Sunoto, 1982,
hlm. 6)
1. Etika Deskritif
Etika yang menelaah
secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang
dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya
etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni
mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi
dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam
penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan
kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Etika yang menetapkan
berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia
atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai
dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan normanorma yang dapat menuntun
agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai
dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Adapun moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores
yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan.[9] Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatakan
bahwa moral adalah penetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.[10]Dari segi istilah, moral adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, kehendak, pendapat atau perbuatan yang
secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Moral
adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang berlaku disuatu
masyarakat. Seseorang dianggap bermoral kalau sikap hidupnya sesuai dengan
tradisi yang berlaku dimasyarakat tempat ia berada, dan sebaliknya seseorang
dianggap tidak bermoral, jika sikap hidupnya tidak sesuai dengan tradisi yang
berlaku dimasyarakat tersebut. Dan memang menurut ajaran Islam pada asalnya
manusia adalah makhluk yang bermoral dan etis. Dalam arti mempunyai potensi
untuk menjadi makhluk yang bermoral yang hidupnya penuh dengan nilai-nilai atau
norma-norma.
Selanjutnya pengertian
moral dijumpai pula dalam The Advanced Leaner’s Dictionary of Current
English. Dalam buku ini dikemukakan beberapa pengertian moral sebagai
berikut:
- Prinsip-parinsip yang berkenaan dengan benar dan salah, baik dan
buruk.
- Kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah.
3. Ajaran atau gambaran tingkah laku yang baik.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang
digunakan untuk memberikan batasan terhaap aktivitas manusia dengan nilai
(ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari
dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa
orang tersebut tingkah lakunya baik.[11]
Sedangkan kesusilaan berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari kata
“su” yang berarti lebih baik, dan kata “sila” berarti prinsip atau aturan
hidup. Jadi kesusilaan adalah dasar-dasar aturan hidup yang lebih baik.
Sedangkan kesopanan berasal dari bahasa Indonesia yang berasal dari kata sopan
yang artinya tenang, beradab, baik dan halus (perkataan ataupun perbuatan).
Antara
etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni
etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat
praktis. Menurut pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku
perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral
menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu. Etika lebih bersifat berasal dari nalar atau akal
kita, sedangkan moral lebih dalam adat istiadat.
Namun
demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan.
Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia
baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam
pembicaran moral tolak ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan
berkembang dan berlangsung di masyarakat. Istilah moral senantiasa mengaku kepada
baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral
adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya
perbutaannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk
menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai
manusia.
Adapun moral adalah
ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang berlaku disuatu
masyarakat. Seseorang dianggap bermoral kalau sikap hidupnya sesuai dengan
tradisi yang berlaku dimasyarakat tempat ia berada, dan sebaliknya seseorang
dianggap tidak bermoral, jika sikap hidupnya tidak sesuai dengan tradisi yang
berlaku dimasyarakat tersebut. Dan memang menurut ajaran Islam pada asalnya
manusia adalah makhluk yang bermoral dan etis. Dalam arti mempunyai potensi
untuk menjadi makhluk yang bermoral yang hidupnya penuh dengan nilai-nilai atau
norma-norma.
Sedang kata akhlak
secara bahasa berarti budi pekerti, perangai atau disebut juga sikap hidup,
adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk yang ukurannya adalah wahyu
tuhan. Secara terminology akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara yang
baik dan buruk, terpuji dan tercela, menyangkut perkataan dan perbuatan manusia
lahir dan batin.
Perbedaan antara akhlak
dengan moral, etika dan kesusilaan atau kesopanan dapat dilihat dari dasar
penentuan atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik
dan buruk akhlak berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan
etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu
masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik
pulalah nilai perbuatan itu.
Dengan demikian standar
nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak
bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin
dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan
dorongan dari keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam
prilaku nyata sehari-hari.
Sebagaimana moral melalui diskusi bersama dengan
teman-teman Kimia B saat mata kuliah tasawuf, moral sering disebut dengan suatu
adat istiadat. Artinya pula, adat istiadat suatu daerah dengan daerah lain akan
berbeda, maka begitu juga dengan moral. Moral yang diyakini dan dilakukan oleh suatu
daerah jelaslah berbeda dengan moral daerah lain. Sebut saja Amerika dan
Indonesia. Di Amerika, orang-orang menggunakan baju terbuka, bergandeng tangan
dengan lawan jenis, minum-minuman keras dilingkungan sana adalah hal yang
wajar, dan itu adalah moral mereka. Berbeda dengan di Indonesia, hal-hal
tersebut dianggap tabu dan menyalahi moral. Sehingga moral suatu daerah dengan
daerah lain tidak bisa disama artikan.
Namun demikian dalam beberapa hal antara etika
dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika untuk
menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk tolak ukur yang digunakan
atau sumbernya adalah akal pikiran atau rasio (filsafat), sedangkan dalam
pembicaraan moral tolak ukur yanng digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan
berkembang dan berlangsung dimasyarakat.[12]
Mengenai istilah akhlak, etika dan moral dapat dilihat perbedaannya dari
objeknya, dimana akhlak menitikberatkan perbuatan terhadap Tuhan dan sesama
manusia, sedangkan etika dan moral hanya menitikberatkan perbuatan terhadap
sesama manusia saja. Maka istilah akhlak sifatnya teosentris, meskipun akhlak itu ada
yang tertuju kepada manusia dan makhluk-makhluk lain, namun tujuan utamanya
karena Allah swt. Tetapi istilah etika dan moral semata-mata sasaran dan
tujuannya untuk manusia saja. Karena itu, istilah tersebut bersifat antroposentris
(kemanusiaan saja).
Istilah Etika dan ilmu Aklak adalah sama pengertianya sebagai suatu ilmu
yang dapat dijadikan pedoman bagi manusia untuk melakukan perbuatan yang baik.
Sedangkan istilah moral, kesusilaan, kesopanan, dan akhlaq sama pengertianya
sebagai suatu norma untuk menyatakan perbuatan manusia. Jadi istilah ini bukan
suatu ilmu tetapi merupakan suatu perbuatan manusia.
Istilah etika dan ilmu akhlaq dinyatakan sama bila ditinjau dari fungsinya.
Tetapi bila ditinjau dari segi sumber pokoknya maka tentu keduanya berbeda.
Dimana etika bersumber dari filsafat yunani, tetapi ilmu akhlak sumber pokoknya
adalah al-qur’an dan hadits dan sumber pengembangannya adalah filsafat.
Istilah akhlaq dengan moral, kesusilaan dan kesopanan,dapat dilihat
perbedaanya bila dipandang dari objeknya di mana akhlaq menitikberatkan
perbuatan terhadap tuhan dan sesama manusia, sedangkan moral, kesusilan dan
kesopanan hanya menitikberatkan perbuatan terhadap sesama manusia saja. Maka
istilah akhlaq sifatnya teosentris meskipun akhlaq itu ada yang tertuju kepada
manusia dan makluk-makluk lain,namun tujua utamanya hanya karena Allah swt
semata. Tetapi kesusilaan dan kesopanan semata-mata sasaran dan tujuanya untuk
manusia saja karena itu istilah tersebut bersifat antroposentris (kemanusian
saja). Sehingga
hubungan akhlak dengan moral dan etika hanya sebatas semata-mata tujuannya perbuatan
terhadap sesama manusia, sedangkan hanya akhlak saja yang juga bertujuan
perbuatan terhadap Allah SWT.
Misalkan ada
suatu kejadian, dimana suatu tindakan dianggap baik secara moral dan etika
(dalam masyarakat), sedangkan buruk dalam segi akhlak (terhadap Allah SWT),
maka mana yang harus dilakukan ? Jelaslah harus mendahulukan akhlak, sebab
akhlak sudah pasti berkaitan dengan Allah SWT. Meskipun dalam masyarakat
hendaknya sulit diterima, namun sebagai umat muslim hendaknya lebih
memprioritaskan hubungan dengan penciptanya barulah hubungan dengan masyarakat
juga akan tercipta dengan baik dengan sendirinya apabila hubungan dengan sang
Pencipta sudah baik.
Kalau ilmu akhlak
menjelaskan mana nilai yang baik mana yang buruk juga bagaimana merubah akhlak
buruk menjadi akhlak baik secara zahiriyah yakni dengan cara-cara yang nampak
seperti keilmuan, keteladanan, pembiasaan dan lain-lain. Maka ilmu tasawuf
menerangkan bagaimana mensucikan hati, setelah hatinya suci yang muncul dari
perilakunya adalah akhlak yang mulia. Perbaikan akhlak menurut tasawuf berawal
dari penyucian hati dan orang yang melakukan penyucian hati disebut sufi sedang ajarannya adalah tasawauf.
Kenapa dalam kehidupan ada norma, nilai, dan
akhlak ? Karena bila tidak ada norma, nilai dan akhlak, lalu apa yang akan
menjadi patokan dalam bertingkah laku, dan sehingga tidak ada kewajiban untuk
saling berbuat baik terhadap sesama manusia juga berbuat terhadap Allah SWT.
Karena sejatinya adanya norma, akhlak, dan moral semata-mata adalah untuk
mencapai keteraturan hidup, baik menjali hubungan baik dengan sesama manusia,
juga dengan Allah SWT. Bisa dibayangkan bila di dunia ini tidak ada moral,
etika atau akhlak, pastilah segala sesuatunya tidak mempunyai keteraturan,
terjadi kerusuhan dimana-mana, kejahatan ,dan hal- hal buruk lainnya akan
terjadi karena tidak adanya hal yang mengatur untuk melarang itu semua.
Pada dasarnya akhlak
adalah aktualisasi ajaran Islam secara keseluruhan. Dalam kacamata akhlak
tidaklah cukup iman seseorang dalam bentuk penggakuan apalagi hanya dalam
bentuk pengetahuan. Yang kaffah adalah
iman, ilmu dan amal. Amal itulah yang dimaksud akhlak.
Memperhatikan tujuan
global diatas, maka kita dapat menggambarkan ruang lingkup ajaran akhlak, yaitu
akhlak terhadap diri sendiri, At-Taubah (kemblai
kepada Tuhan), Al-Muraqabah (kesadaran
diri bahwa tuhan mengintai kita), Al-Muhasabah
(selalu antropeksi terhadap diri sendiri), Al-Mujahadah (terus menerus mendekati Tuhan). Akhlak terhadap
Allah, akhlak terhadap kalam Allah (Al-Kitab), akhlak terhadap Rasulullah SAW,
akhlak terhadap sesama manusia, meliputi kepada orang tua, kepada anak, istri,
kerabat, tetangga, sesama muslim, etika kepada orang kafir, kepada binatang dan
kepada alam semesta.
Nb : tanda blok merah
pada teks adalah hasil revisi saat diskusi bersama dalam kelas.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara
substansial etika, moral, akhlak dan kesusilaan memang sama yakni ajaran
tentang kebaikan dan keburukan, menyangkut perikehidupan manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam dalam arti luas. Yang
membedakan satu dengan yang lainnya adalah ukuran kebaikan dan keburukan itu
sendiri.
Akhlak
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan
dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Sedangkan
etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup
manusia semuanya, terutama yang mengenai gerak gerik pikiran dan rasa yang
merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang merupakan
perbuatan. Jika moral adalah suatu kebiasaan tindakan yang sesuai dengan ukuran
tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Dan
kesusilaan mengatur perilaku manusia serta masyarakat, yang di dalamnya manusia
tersebut ada. Behubung dengan itu manusia tidak boleh semaunya sendiri berbuat
atau tidak berbuat sesuatu.
Perbedaan lain antara etika, moral dan akhlak
terlihat pula pada sifat dan kawasan pembahasannya. Jika etika lebih banyak
bersifat teoritis, maka pada moral, akhlak dan kesusilaan lebih banyak bersifat
praktis. Etika memandang tingkah laku manusia secara umum, sedangkan moral,
akhlak dan kesusilaan bersifat lokal dan individual. Etika menjelaskan ukuran
baik buruk, sedangkan moral, akhlak dan kesusilaan menyatakan ukuran tersebut
dalam bentuk perbuatan.
Namun demikian, etika, moral, akhlak dan
kesusilaan tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian tersebut diatas
menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan akhlak berasal dari produk
rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat
dan baik bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu,
yakni ketentuan yang berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadits. Dengan kata
lain jika etika dan moral berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari
Tuhan.
3.2
Saran
Sebaiknya menambahkan studi kasus pada power point presentation bagaimana
akhlak menikuti perkembangan zaman.
DAFTAR PUSTAKA
Asmaran. 1992. Pengantar
Studi Akhlak. Jakarta : Rajawali Pers.
Jauhari, Muhammad Rabbi. 2006. Keistimewaan
Akhlak Islam. Bandung : Pustaka Setia.
Mahjuddin. 2009. Akhlak
Tasawuf. Jakarta : Kalam Mulia.
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak
Tasawuf. Jakarta :Rajawali Pers.
Tiswarni . 2009. Akhlak
Tasawuf. Jakarta : Bina Pratama.
Yunahar. 1999. Kuliah Akhlak.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Zahruddin. 2001. Pengantar
Studi Akhlak. Jakarta : Kalam Mulia.
Comments
Post a Comment